Kasus pemerasan yang melibatkan oknum polisi kembali mencuat ke permukaan, menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat dan pengamat. Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah laporan mengenai pemerasan oleh anggota kepolisian telah mengundang perhatian publik, dan pengamat menilai bahwa praktik ini sudah menjadi kebiasaan yang mengakar dalam institusi kepolisian. Hal ini diperparah dengan adanya budaya setoran ke atasan yang dianggap sebagai salah satu penyebab utama terjadinya pemerasan.

Latar Belakang Kasus

Kasus terbaru yang menjadi sorotan adalah dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap seorang pengusaha. Pengamat hukum, Bambang Rukminto, menyatakan bahwa pemerasan oleh polisi bukanlah hal baru dan telah terjadi dalam berbagai bentuk selama bertahun-tahun. “Ini sudah menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan. Budaya setoran ke atasan membuat anggota polisi merasa tertekan untuk mencari uang tambahan,” ungkap Bambang dalam sebuah diskusi yang diadakan pada 28 Januari 2025.

Bambang menambahkan bahwa budaya setoran ini menciptakan lingkungan di mana anggota polisi merasa perlu untuk melakukan tindakan ilegal demi memenuhi tuntutan atasan mereka. “Ketika atasan meminta setoran, anggota di lapangan merasa terpaksa untuk mencari uang dari sumber yang tidak sah, termasuk melakukan pemerasan,” jelasnya.

Tindakan Polri

Menanggapi situasi ini, pihak Polri berkomitmen untuk menindak tegas setiap oknum yang terlibat dalam praktik pemerasan. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menginstruksikan agar setiap laporan mengenai pemerasan ditindaklanjuti dengan serius. “Kami tidak akan mentolerir tindakan pemerasan oleh anggota kami. Setiap laporan akan kami selidiki dan tindak sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas Listyo.

Namun, pengamat menilai bahwa tindakan tegas saja tidak cukup. Mereka meminta agar Polri melakukan reformasi internal untuk mengatasi budaya setoran yang telah mengakar. “Reformasi harus dilakukan dari dalam. Jika tidak, kasus pemerasan akan terus berulang,” kata Bambang.

Reaksi Masyarakat

Masyarakat pun mulai bersuara mengenai masalah ini. Banyak yang merasa kecewa dengan tindakan oknum polisi yang seharusnya melindungi mereka, tetapi justru melakukan pemerasan. “Kami berharap Polri bisa membersihkan institusi mereka dari oknum-oknum yang merusak citra kepolisian,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Sementara itu, beberapa organisasi masyarakat sipil juga mendesak agar pemerintah dan Polri lebih transparan dalam menangani kasus pemerasan. Mereka meminta agar setiap laporan pemerasan dipublikasikan agar masyarakat tahu bahwa tindakan tersebut tidak dibiarkan begitu saja.

Kasus pemerasan oleh polisi yang terus berulang menunjukkan adanya masalah mendasar dalam institusi kepolisian, terutama terkait dengan budaya setoran ke atasan. Pengamat menilai bahwa tanpa adanya reformasi yang signifikan, praktik ini akan terus berlanjut dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian.

Pihak Polri diharapkan dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini, termasuk melakukan evaluasi terhadap sistem yang ada dan memastikan bahwa setiap anggota polisi bertindak sesuai dengan kode etik dan hukum. Dengan demikian, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian dapat pulih dan pemerasan oleh oknum polisi dapat diminimalisir.